Rabu, 25 Juli 2012

Tolong Jawab Aku…


Gema lantunan khidmat yang ku dengar saat fajar menyingsing, membuat takjub aku yang awam.
Hati menjadi tanda tanya, mengapa orang  itu bersedia meluangkan waktunya?
Lalu pertanyaan itu semakin menggiring ke pertanyaan yang cukup frontal, mengapa DIA turunkan kepercayaan yang terkotak-kotak? Padahal semua orientasi sama.

Tolong jawab aku…

Awalnya, terjadi kesalahan-kesalahan yang kemudian menjadi sebuah kepercayaan yang paling benar, walaupun semuanya punya alasan sendiri tentang “dapur” pribadinya. Mana ya yang benar?

Tolong jawab aku…

Si “A” punya alasan kuat, “B” pun demikian, “C” apa lagi, dan “D” bahkan rela mati untuk meyakinkan yang lain, walaupun minoritas, “E” cukup konsentrasi kepada ibadahnya..
Yang menarik, muncul kepercayaan lain yang kerangkanya sama, namun, katanya agak menyimpang, 
katanya sesat…

Tolong jawab aku…

Ingat janji-nya? Janji yang kau baca di buku suci, janji yang kalian ikrarkan setiap menghadapnya, pernah berfikir bahwa janji-janji tersebut sama dengan golongan lain? pernah dengar surga-neraka? Apa jadinya ya ketika kepercayaan tidak terkotak-kotak bahkan tidak saling hantam?

Coba Tanya DIA…

Normatif ketika DIA kita konfirmasi ihwal semua ini,
Sah-sah saja kalau umatnya yang hina dina ini cukup cakap nan vokal, bagaimana menurutmu yang sering berkomunikasi dengan-NYA?
Diam bukan jawaban oh pasrah bukan acuan,

Tolong jawab aku…

Jadi malu melihat yang lain sangat banyak intensitasnya, jadi risih lihat yang lain hanya sekali, jadi aneh melihat yang satu lagi bahkan setahun sekali, tapi bukankah ini dinamika? Kalo kata orang liberal ini akulturasi ke budaya lokal, kata orang plural ini “Bhineka Tunggal Ika”, kata orang demokrat ini demokrasi, kata orang nasionalis inilah Indonesia…
Kata pemuka konserfatif ini perang, kata ortodoks tulen dan fundamentalis “hancurkan! dan kita syahid!”, 
kata orang moderat ini biasa dan tidak ada yang perlu di komentari.

Jadi konfusi ya, absurd…

Tapi bagaimana kalau pilihan kalian ternyata keliru? Dan kalian baru mengetahuinya ketika hari akhir tiba?
Saat kalian begitu yakin terhadap apa yang kalian anut, namun, kenyataan salah, malah yang kalian anggap apatis justru keluar sebagai pemenang! Paling benar dan pertama terhormat di hadapan tuhan!
Aku apriori kalau ada individu yang pernah berfikir begitu, sufi pun tak, mereka hanya di buat untuk capai pahala, bagaikan malaikat.kalau mereka vokal berfikir seperti itu aku tak mau membayangkannya, jangan-jangan, lebih alot dari sekedar Gestapu dan Genosida NAZI.

Awas! Neraka menantimu!

Sudah begitu alim, sudah cukup relijius, eh ternyata salah…
Wah, kalau anda bayangkan semalam suntuk pasti stres, pasti animis.. pasti takut.. pasti jaga jarak dan pasti akan merobek sajak ini…

Awas! Neraka menantimu!

Lantunan khidmat tadi lalu menjadi hilang perlahan,
Pertanyaan yang menggebu-gebu tadi pun hilang seiring gema merdu yang menjauh.
Menjadi lima kali pertanyaan setiap hari, menjadi ambigu apa yang ku lakukan…
Takut keliru, takut salah, padahal, ketika kau telah yakin untuk di anut, kau harus berani konsekuensi dan kondisi…
Tuhan, untuk apa kau buat dikotomi parsial macam ini?, pengkotak-kotak yang selalu memicu konflik?
Hah? Menguji?
Kau maha tahu kalau kami mahluk paling bimbang,inkonsisten, lemah, bodoh dan mudah di mobilisasi…
Kesempurnaan bentuk fisik dan hawa nafsu justru menjadi bumerang untuk menggapai murka-MU…

Mengapa?

Jadi lumrah ketika banyak korban dari perbedan ini…
Jadi wajar kalau jarak pengkotak-kotakan ini sangat terlihat…

Tolong jawab aku…

Bayangkan bila kamu yang cukup relijius di dunia lalu mendapat balasan berupa api neraka di akhirat!
Apakah yang kita anut ini sudah benar?
Aku yakin pasti kalian tidak tahu ketika pertama kali menganutnya, pasti dari orang tua, di rayu kekasih, bahkan di paksa dengan ancaman bunuh… hanya beberapalah yang manganut dengan mempelajarinya dulu, mengenal lalu mengimplementasikannya.
Apakah yang kita anut ini sudah benar?

Tolong jawab aku…

Terima kasih.

021110, 19.40 WIB @kamarHampa



Tidak ada komentar:

Posting Komentar